Kamis, 11 Oktober 2012

Legenda Pulau Kapal

Dahulu kala, ada sebuah keluarga yang bertempat tinggal di dekat Sungai Cerucuk. Kehidupan keluarga tersebut sangat miskin.Mereka hidup dari mencari dedaunan ataupun buah-buahan yang ada dalam hutan dan hasilnya dijual ke pasar.
Keluarga tersebut mempunyai seorang anak laki-laki bernama si Kulup. Si Kulup senang membantu orang tuanya mencari nafkah. Mereka saling menyayangi. Meskipun hidup serba kekurangan, mereka tidak merasa menderita.
Pada suatu ketika, ayah si Kulup pergi ke hutan untuk mencari rebung. Rebung itu hendak dijadikan sayur untuk makan bertiga. Saat menebang rebung, terlihat oleh ayah si Kulup sebatang tongkat berada pada rumpun bambu. Pak Kulup berucap dalam hati karena gembiranya,"Ini pertanda baik! Apakah ini tongkat Nabi Sulaiman atau harta karun? Aduhai ..., saya jadi kaya mendadak sekarang."
Rebung tidak jadi dibawa pulang. Pak Kulup dengan perasaan was-was dan takut membawa pulang tongkat itu. Sesampai di rumah, Pak Kulup berunding tentang tongkat yang ditemukan tadi siang. Mereka bertiga sepakat untuk menjual tongkat temuannya. Si Kulup ditugasi untuk menjual tongkat tersebut ke negeri lain.
Si Kulup pergi meninggalkan desanya. Tidak lama kemudian, tongkat itu terjual dengan harga yang sangat mahal.
Setelah menjadi kaya, si Kulup tidak mau pulang ke rumah orang tuanya. Ia tetap tinggal di rantau. Karena selalu berkawan dengan anak-anak saudagar kaya, si Kulup pun diambil menantu oleh saudagar paling kaya di negeri tersebut.
Kini, si Kulup sudah beristri. Mereka hidup serba berlebihan. Si Kulup lupa dengan kedua orang tuanya yang menyuruhnya menjual tongkat.
Setelah bertahun-tahun hidup di rantau, si Kulup bersama istri disuruh mertuanya berniaga ke negeri lain. Si Kulup lalu membeli sebuah kapal besar. Ia juga menyiapkan anak buah untuk diajak berlayar.
Mulailah mereka berlayar. Saat itu, si Kulup teringat kembali akan kampung halamannya. Ketika sampai di muara Sungai Cerucuk, mereka berlabuh. Kedatangan si Kulup di desanya terdengar oleh kedua orang tuanya. Sangatlah rindu kedua orang tuanya kepada anaknya itu, terlebih emaknya. Sesampai di kapal, kedua orang tua itu mencari anaknya. Si Kulup yang sudah menjadi saudagar kaya merasa malu melihat kedua orang tuanya. Diusirnya kedua orang tua itu.
"Pergi! Lekas pergi. Aku tidak punya orang tua seperti kau. Jangan kotori tempatku ini. Tidak tahu malu, mengakui diriku sebagai anak. Apa mungkin aku mempunyai orang tua miskin seperti kau. Menjauh engkau dari sini!" ucap si Kulup. saudagar kaya itu.
Emak si Kulup tidak dapat menahan amarahnya. Ia benar- benar terpukul hatinya melihat peristiwa tadi. Ia berucap,"Kalau saudagar itu benar-benar anakku, si Kulup, dan kini tidak mau mengaku kami sebagai orang tuanya, mudah-mudahan kapal besar itu karam.
Selesai berucap demikian itu, ayah dan emak si Kulup pulang ke rumahnya dengan rasa kecewa. Tidak berapa lama, terjadilah suatu keanehan. Tiba-tiba gelombang laut sangat tinggi menerjang kapal si Kulup. Mula-mula kapal itu oleng ke kanan dan ke kiri. Penumpangnya ketakutan luar biasa. Akhirnya, kapal itu terbalik. Semua penumpangnya tewas.
Beberapa hari kemudian, di tempat karamnya kapal besar itu muncullah sebuah pulau yang menyerupai kapal. Hingga sekarang, pulau itu dinamakan Pulau Kapal.

0 komentar:

Posting Komentar