Kamis, 11 Oktober 2012

Riwayat Sibatu

    Dahulu kala, di daerah Anyer, ada sebuah kerajaan yang cukup besar. Raja yang memerintah tidak disukai oleh rakyatnya. Begitu pula dengan Sang Permaisuri.
    Sang Raja sangat kejam. Sementara itu, Permaisuri seorang yang amat suka menghambur-hamburkan uang. Raja membebankan pajak yang sangat tinggi kepada rakyatnya. Uang pajak digunakan Permaisuri untuk berpesta. Pakaian mahal dan aneka emas permata dibelinya.
    Pada suatu hari, di pagi yang cerah Raja dan Permaisuri mengadakan pesta besar di kebun istana. Orang-orang kaya dan pembesar kerajaan hadir. Mereka berpesta penuh suka cita. Saat tengah asyik makan dan minum, seorang lelaki tua tiba-tiba muncul di pesta.
    Lelaki tua itu sangat kotor. Pakaiannya penuh tambalan. Tak seorang pun tahu dari mana asalnya. Lelaki tua itu mendatangi setiap meja dan meminta sedikit makanan. Akan tetapi, tak seorang pun memberi. Raja memerintahkan para pengawal untuk mengusirnya.
    "Yang Mulia," ratap lelaki tua itu, "kasihanilah hamba. Hamba yang renta ini sudah beberapa hari tak mendapat makanan"
    Permaisuri kesal. "Pergilah kau orang tua bau!" ujarnya penuh kemarahan, "kau sungguh tak pantas di sini! Pesta ini hanya untuk orang-orang kaya dan para pembesar kerajaan!"
    Para pengawal menyeret degan kasar lelaki itu. Lelaki tua itu meronta-ronta. Raja, Permaisuri, dan para tamu menertawakannya.
    Whuuush!
    Angin tiba-tiba bertiup amat kencang. Suara petir menggelegar memekakkan telinga. Lalu, ada cahaya yang amat terang.
    Plop!
    Lelaki tua itu lenyap. Sebagai gantinya, di tempat itu berdiri seorang lelaki penuh wibawa. "Kalian sungguh tidak berperikemanusiaan!" ucapnya. "Kalian sangat kejam! Kalian tak punya perasaan!"
    Seketika keadaan pun gelap. Ketika kembali terang, Raja, Permaisuri, dan semua yang hadir di pesta itu tak ada lagi. Begitu pun dengan bangunan istana. Yang ada hanya batu-batu berbentuk manusia bertebaran di sana-sini. "Itulah hukman bagi manusia-manusia tak berperasaan!" terdengar lagi suara laki-laki itu.
    Ribuan tahun berlalu. Batu-batu itu tetap masih ada. Akan tetapi, tak lagi berbentuk manusia, hanya berupa batu-batu besar. Orang menamakan tempat itu Sibatu. Para orang tua sering menceritakan kisah Sibatu kepada anak-anak mereka dan menasihati untuk tidak berkelakuan seperti orang-orang yang menjadi batu itu.

0 komentar:

Posting Komentar